Satu Rumah Dua Kultur

Identitas sebagai keluarga antarbangsa menjadikan rumah tinggal ini bagai tempat melebur dua jiwa, dua budaya. Rumah kayu di tepi sawah dengan pemandangan siklus tanam padi itu menghadirkan pesona nusantara dan negeri sakura. Dua kutub ragam tradisi berkompromi.
 
Pagi yang indah akhir sasih kedasa (hitungan sasih kesepuluh tahun caka), matahari memerah menyentuh hamparan sawah Ubud. Sinarnya menenteramkan, menyapa embun yang masih akrab melekat di potongan batang padi serta rumput di sepanjang pematang sawah. Musim panen padi memang telah usai. Hamparan sawah yang semula menghijau, kemudian menguning, kini telah berangkat menjadi coklat, menunggu diolah dan ditanami kembali.
 
Suasana terasa sepi di halaman rumah. Hanya kokok ayam jantan yang berahi memukau kerumunan ayam-ayam betina, bak suara ritmik tetabuhan gamelan Bali. Pohon-pohon yang berada di sekitar halaman rumah melambaikan dahan dan ranting yang lebat daunnya. Elemen alam pagi itu benar-benar memberikan simponi visual yang dapat dinikmati tepat di ruang minum teh hijau jepang  (ocha).
 
Rumah di atas lahan 2,8 hektare dengan luas bangunan 6.000 meter persegi, menyiratkan suasana desa Bali yang asri di antara hamparan sawah nan luas. Rasanya menyejukkan suasana di tengah udara sawah yang langsung terbuka masuk ke ruangan. Mungkin karena tempatnya yang benar-benar tepat di tepi sawah terbuka, serta jauh dari kesibukan daerah pariwisata Ubud, justru semakin menambah nilai serta kepuasan serta kebanggan bagi pemilik rumah. Sepertinya, itulah yang diinginkan pemilik rumah ketika memilih lokasi ini.

Lokasi: Seminyak Bali

Back to Top