Urban Resort Sebagai Landmark Kota

Tampak dari jauh bagaikan tonggak-tonggak yang menyambut masuk. Sebuah kota bersejarah dengan lukisan dongeng wayang, berdiri megahnya hotel berhias cerita, untuk membuka kemungkinan-kemungkinan masa depan.

Kesan sebuah gedung tinggi, seringkali diungkap melalui segi fasad, massa bangunan dan tentunya, ketinggiannya itu sendiri. Mengingat pada masa-masa ketika arsitektur modern berkembang dan seluruh gedung tinggi memiliki standar tipologi, hotel kemudian mengikuti dengan bergerak secara vertikal. Mulai dari satu lantai, dua tingkat, tiga tingkat dan seterusnya. Hotel tertua di dunia merupakan hotel yang terdiri dari satu lantai dasar yang terletak di Yamanashi, Jepang dengan konsep sanctuary yang ditemani ketenangan alam. Tak menyangka seiring dengan berkembangnya zaman, Kota Solo, sebuah kota kaya akan budaya dan sejarah kekeratonan, menjadi tapak dari sebuah hotel setinggi sekitar 122 meter dengan luas 12.000 meter persegi.

THE FIRST EVER. Hotel Alila Solo yang soft opening pada November 2015, terletak hampir di ujung persimpangan Jalan Brigjen Slamet Riyadi. Sebelum dibangun, lokasi site ini terlihat gelap dan tidak menarik. Namun setelah direalisasikan, lokasi di sekitar persimpangan Jalan Slamet Riyadi menjadi sebuah hotel urban resort pertama di Solo. Di balik kualitas grandeur, terdapat kesan “down-to-earth” yang mengungkapkan identitas dari kota tersebut. Denton Corker Marshall Jakarta atau lebih dikenal sebagai DCM adalah master mind dan craft-man hotel ini. Karya-karya Budiman Hendropurnomo, sering mendapatkan penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia dan apresiasi masyarakat Indonesia dalam kategori perancangan high-rise building. Pemikiran konseptualnya berfokus kepada pengaruh positif bagi masyarakat urban dan lingkungan sekitar.

KEBANGGAAN SOLO. Ciri arsitektur yang baik, melihat aspek konteks dimana ia berdiri, seperti apa lingkungan alamnya, aspek kebudayaan, sosial, dan sebagainya. Perancangan hotel ini bedasarkan aspek-aspek tersebut. Sang arsitek memikirkan lingkungan sekitar dimana banyak bangunan bersejarah bertingkat rendah dan beratap terakota. Bagaimana caranya agar bangunan ini memiliki konsep yang tetap membumi dengan sekitar, tetap berdasar kepada kebudayaan Solo tetapi memiliki identitas kebanggaan tanpa kesombongan? 

THE LANDMARK. Identitas hotel ini dijadikan sebagai landmark. Ketika masuk dari persimpangan jalan tersebut, pengunjung dapat melihat dari jauh hotel yang terlihat seperti tonggak-tonggak dengan ketinggian yang berbeda-beda. Hendropurnomo menggagas melalui sketsa ketika sedang berkunjung ke Solo. Kota ini sudah sangat berkembang dalam segi pembangunan gedung. Namun, menurutnya, terlihat sangat mainstream dan monoton. Ketika melihat bangunan keraton, tutur Budiman, bukan dari segi elemen ornamen atau struktur bangunannya, tetapi ia tertarik dari segi landscape elements. Dinding-dinding pembatas area, pintu gerbang dan bukaan menjadi ciri khas keraton yang mendefinisikan hirarki bangunan. “Seperti kita tahu posisi alun-alun utara dan selatan dimana. Kita juga tahu dimana lokasi keputren yang dilihat dari elemen lansekap tersebut,” ujar Budiman. 

Back to Top