Nasirun’s Art House
“Karya adalah doa rupa. Beribu-ribu doa rupa yang sudah lama dikoleksi harus dibuatkan tempat tinggal”
"Proses akan menemukan bahasa". Itulah pernyataan dari Nasirun, seniman ternama kelahiran Cilacap, dalam meniti kehidupan berkesenian. Proses demi proses selalu dinikmati untuk mewujudkan karya. Salah satu proses yang menarik disimak adalah niat baiknya untuk mengapresiasi karya para seniman. Karya demi karya dari rentang waktu cukup panjang menuntunnya untuk membangun ruang koleksi, atau bisa juga disebut museum. Menurutnya, karya seni yang memiliki sejarah panjang harus dipajang sebagai bentuk hormat pada seniman, bahkan menjadi doa rupa yang bisa diakses publik.
RUANG DOA RUPA. Memilih tinggal di perumahan Bayeman Permai, jalan Wates, Yogyakarta, adalah cara Nasirun untuk membaurkan diri baik untuk menggeluti dunia seni sekaligus mendekatkan diri dengan keluarganya. Museum karya seni adalah bangunan termuda yang mulai dibangun di tahun 2010. Dipisahkan sungai kecil, museum berada di sebelah timur rumah tinggal dan studio yang dibangun tahun 2000. Sebuah jembatan berhiaskan taman hijau menjadi penghubung yang mempermudah akses ke museum.
Sebagai seniman, Nasirun prihatin dengan kondisi artefak-artefak seni yang sering kali terlantar. Bahkan rekam jejak suatu karya sering kali hilang dan sulit untuk ditelusuri. Padahal sebuah karya seni diyakini oleh Nasirun muncul dari sebuah proses panjang, seperti situasi dan kondisi saat sang seniman hidup, pernyataan sikap, perjuangan dan lain sebagainya. Ada banyak nilai yang seharusnya direngkuh sebagai bentuk penghargaan sekaligus pembelajaran. Maka, dengan gamblang Nasirun menyebut karya adalah doa rupa. Selayaknya, beribu-ribu doa rupa yang sudah lama ia koleksi harus dibuatkan tempat tinggal.