Trowulan

Museum yang menyerupai tenda ini di desain dengan hati-hati, karena lebih mengutamakan situstrowulan, terutama kegiatan eskavasi paraarkeolog. Gagasan awal Yori dan Timnya ingin menciptakan museum semi permanen dengan konstruksi steger, meski tetap membuka kemungkinan untuk menjadi permanen.Tapi, rangka bangunan dapat dipreteli sewaktu-waktu. Untuk melahirkan karyaini, para arsitek juga harus menggandeng ahli konstruksi untuk memastikan agar tidak terlalu banyak tiang. Hasilnya, dari semula enam tiang cukup kokoh dengan empat tiang untuk satu unit, karena menggunakan jaringan yang saling menguatkan.

Untuk menghindari kerusakan situs, Yori memiliki pemasangan tiang dengan system umpak, sehingga pemasangan tiang tidak harus melukai bumi dan tanpa pondasi, tetapi cukup dengan mendudukkan tiang pada tatakan.

Teknik ini terbukti kokoh, karena bangunan tradisional diberbagai daerah, seperti Nias, Torajadan Sumba menggunakan system ini. Di area situs ini, hanya dibolehkan untuk melukai bumi sedalam 50 centimeter. Lebih dalam dari itu dikhawatirkan akan melukai situs yang semestinya diselamatkan.

Museum itu didesain sedikit futuristic tanpa melepaskan masa lampau. Kemudian, areal disekitarnya dikombinasi dengan terakota agar menyatu dengan situs. Bahkan, sangat menarik dengan rumput alam, karena jauh lebih menyatu dengan alam. “Kalau rumput, maka bangunannya akan kelihatan seperti melayang,” tuturYori.
Dengan system railing, proseses kavasi tetap dapat berjalan tanpa gangguan dari keberadaan museum atau pengunjung. Setiap proseses kavasi dapat terekam dengan baik dengan keberadaan kamera dari atas.

Hanya sayang, Departemen Kebudayaandan Pariwisata ketika itu tidak melibatkan para perancang untuk merealisasikan karyanya secara langsung.Yori dan tim hanya sebatas pemenang sayembara yang karyanya diadaptasi dalam pembuatan museum terbuka Trowulan.

 

Back to Top